Bisnis Militer

bisnis Militer Pada Masa Orde Baru ( 1970-1998 )

A. Latar Belakang

Masuknya militer di Indonesia dalam hal bisnis sebenarnya sudah berlangsung sejak Indonesia merdeka tahun 1945. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan, selain dilakukan melalui partai partai politik yang mulai muncul pada zaman pergerakan nasional ( 1908-1942) hal itu juga di lakukan oleh orang orang yang melakukan gerakan dengan senjata yang nantinya merupakan cikal bakal TNI. Berbagai cara untuk melakukan pencarian dana pun dilakukan, dengan berbagai kesatuan prajurit yang masih acak dan belum teratur sama sekali, dengan mencari variasi kegiatan ekonomi perang ini. Salah satu cara yang paling signifikan dalam mencapai hasil yang maksimal adalah dengan cara penyelundupan dan perdagangan candu, yang merupakan komoditas paling menguntungkan pada masa itu. Hasilnya kemudian ditukarkan dengan senjata yang di gunakan untuk berperang, Secara umum, keterlibatan militer dalam bisnis mengikuti perkembangan organisasi di dalam militer itu sendiri.
Keterlibatan militer dalam bisnis mengalami perkembangan yang semakin kuat dan bahkan mencapai puncak keemasan sejak tahun 1970-an, atau sejak Presiden Soeharto berkuasa dan membentuk rezim Orde Baru, menggantikan Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno, perilaku dedengkot tertinggi militer dalam hal melakukan bisnis militer semakin kuat dan dahsyat, karena sepak terjang mereka di lindungi secara sempurna oleh Presiden Soeharto yang juga merupakan orang militer, karena beliau adalah Jenderal Angkatan Darat, militer pada jaman Orde Baru menguasai hampir semua badan, atau lembaga yang strategis dalam pemerintahan Indonesia, seperti menguasai dalam hal transportasi, kehutanan, perkebunan, perkapalan hingga perbankan. Pada masa revolusi kemerdekaan dan Orde Lama, alasan utama keterlibatan militer dalam bisnis berkaitan dengan keterbatasan anggaran untuk operasi militer dan kesejahteran anggota dan keluarganya. Aktivitas bisnis militer pada era Orde Baru juga semakin mudah berkembang serta terbukanya ruang bagi peran politik militer melalui doktrin dwifungsi ABRI. Dalam era Orde Baru, ada satu corak baru yang masuk dalam bisnis militer, yakni dengan bertambahnya usia para senior militer, maka membantu kalangan pensiunan menjadi salah satu concern utama. Atas dasar itu, tidak mengherankan jika kalangan militer aktif dan duduk dalam Dewan Komisaris di perusahaan-perusahaan swasta maupun BUMN, dan bahkan mereka juga berperan dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi yang penting. Pembangunan pada masa Orde baru di fokus kan dalam pembangunan ekonomi, dan hal itu ditempatkan sebagai prioritas utama dimana kelompok tehnokrat yang ditopang militer sebagai pengendali arsitek perubahan. Kebijakan ekonomi berorientasi keluar dimana peran swasta mengambil peran yang dominan membawa negara Orde Baru bercorak otoriterisme birokratis. Hal ini sangatlah penting karena negara Indonesia pada jaman Orde Baru yang bercorak ototerisme birokratis tersebut sangat erat atau berhubungan dengan perekonomian Indonesia yang kapitalis yang sangat menguntungkan pembesar militer di Indonesia yang melakukan bisnis militer pada jaman Orde Baru yang sesungguhnya terlarang .
Dampak dari militer yang terjun dalam dunia bisnis, memang membuat para perwira militer mendapat kedudukan dan kekuasaan yang besar, tetapi hal ini seperti pedang bermata dua karena tugas militer yang sesungguhnya adalah menjaga keamanan dan stabilitas negara, bukannya malah asyik dengan bisnis militer, tetapi hal ini juga di pengaruhi oleh rendahnya pendapatan perwira tersebut dan juga profesionalisme mereka yang mengalami penurunan karena militer lebih sibuk dengan urusan bisnis di lembaga lembaba strategis negara, yayasan yang di bentuknya, dan ironisnya Presiden Soeharto justru malah melegalkan hal tersebut, dengan latar belakang inilah maka, penulisan bisnis dalam masa Orde baru sangat menarik untuk di kaji dan di dalami lebih lanjut.

B. ISI
Eksistensi Bisnis Militer Pada Era Orde Baru ( 1970-1998 )
Keberadaan militer di panggung bisnis di Indonesia yang sudah ada sejak jaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dan mulai berkembang pada jaman Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno, mulai menunjukkan sinar terangnya ketika Soekarno dengan cara yang tragis harus tersingkir dari kursi presidennya karena kasus tragedi G 30/ S yang memakan banyak korban di pihak militer. Pengganti Soekarno yaitu Soeharto melakukan kebijakan sapu bersih elemen elemen penting pendukung Bung Karno dengan cara pembantaian massal, pemenjaraan massal dan pembaharuan di bidang ekonomi besar besaran karena, sepeninggal Bung Karno, Republik Indonesia mengalamai krisis ekonomi yang cukup parah dengan banyaknya inflasi, dan hutang Indonesia yang menumpuk cukup banyak akibat adanya kekacauan politik pada tahun 1965.
Militer dalam hal ini ABRI mempunyai peran yang sangat besar dalam, penghancuran pemberontakan G 30/ S yang menurut versi Orde Baru di lakukan oleh PKI, pada jaman Orde Baru, militer dalam hal bisnis mengalami puncak keemasan, walaupun sebenarnya keterllibatan mereka tidak di perbolehkan, tetapi dengan perlindungan Pak Harto hal ini menjadi hal yang lumrah dan biasa saja, masuknya militer pada bidang yang harusnya di kuasai oleh sipil ini seperti dalam hal birokrasi dan kebijakan yang di lakukan dalam pembangunan ekonomi di pemerintahan, menyebabkan militer mempunyai kontrol yang cukup besar pada bidang pemerintahan Soeharto, Beberapa perwira militer, atau kerabatnya, lantas berhasil melakukan ekspansi ekonomi dengan mengelola berbagai macam bidang usaha, dengan segenap kemudahan yang mereka peroleh. Hasilnya adalah luasnya jenjang keterlibatan dan dominasi mereka dalam bidang ekonomi, hingga lahirlah para kapitalis birokrat militer di Indonesia. Keuntungan lain dari posisi birokrasi adalah menjadikannya sebagai sarana untuk mempermudah usaha, atau mempermudah kerja sama dengan para pengusaha, baik pribumi dan terutama pihak asing dalam menjalankan aktivitas bisnis militer, para perwira militer tersebut banyak menduduki pos-pos strategis dalam perusahaan-perusahaan besar seperti jabatan direkutur atau pimpinan utama dalam perusahaan besar tersebut, bisnis yang di lakukan oleh militer juga melahirkan beberapa yayasan yang di kelola oleh militer dalam menjalankan bisnisnya.

Angkatan Darat merupakan elemen penting dalam pelaksanaan bisnis militer pada jaman Orde Baru, karena mungkin juga ini di pengaruhi oleh faktor bahwa Presiden RI pada saat itu adalah Pak Harto yang juga merupakan Jenderal Angkatan Darat. Contoh bahwa perwira militer AD menduduki jabatan penting adalah adanya kontrol ekspor minyak yang sangat penting dalam pendapatan negara di kuasai oleh perwira AD, Badan Logitik Nasional atau Bulog yang juga di kuasai oleh perwira AD.
Eksistensi militer dalam bisnis era Orba juga di bantu dengan adanya doktrin atau paham tentang Dwi Fungsi ABRI yaitu ABRI menjadikan mereka berperan ganda selain menjadi kekuatan pertahanan dan keamanan mereka juga berkecimpung dalam bidang sosial- ekonomi dan sosial politik. Strategi ekonomi Orde Baru ialah mengarahkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal dengan menggunakan modal asing dan teknologi asing secara besar-besaran. Dalam masalah pengelolaan modal asing dan modal dari Cina, kaum birokrat militer menggunakan kesempatan mengambil keuntungan, yaitu dengan memberikan konsesi, lisensi dan kontrak. Dengan menggunakan kekuasaan dan jabatan, birokrat militer menguasai pusat-pusat perdagangan, mereka mendapatkan bagian keuntungan dari modal asing dan Cina. Keuntungan dari modal asing dan modal Cina itu juga dipergunakan untuk memperkuat struktur kekuasaan birokrasi militer. Oleh karena itu ada simbiosis mutualisme antara modal asing dan modal Cina dengan birokrasi militer. Penguasa birokrasi militer selalu berusaha menciptakan stabilitas nasional, untuk menjamin keselamatan modal asing dan modal Cina. Sebaliknya pengusaha pemilik modal asing dan Cina memberikan keuntungan kepada para birokrat militer.
Hal itu di karenakan Presiden Soeharto di hadapkan pada masalah pelik setelah terjadinya perpindahan kekuasaan dari Soekarno dengan berpindah ketangannya, muncul adanya warisan hutang yang besar, dan pak Harto berusaha keras untuk melakukan pembaharuan dan pembangunan besar besaran dibidang ekonomi, dengan di bantu oleh anak anak buahnya yang juga berasal dari militer untuk menguasai beberapa pos penting dalam birokrasi dan juga mempunyai andil dalam kebijakan pembangunan ekonomi, tetapi karena militer Indonesia belum punyai kemampuan yang mumpuni dalam bidang ekonomi, maka dengan bantuan para teknokrat teknokrat sipil dan luar negeri dan dengan adanya investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, maka munculah suatu kerja sama politik dan ekonomi yang menguntungkat kedua pihak dan melahirkan ekonomi kapitalis yang akhirnya membuat Indonesia menjadi negara ototerisme birokratik.
Gabungan kekuatan antara teknokrat asing dan pemodal asing menjdikan mereka mendapat keuntungan besar dalam bisnis mereka di Indonesia, dan ini juga karena militer melakukan perlindungan penuh terhadap kinerja mereka selama rezim Orde Baru berkuasa, superioritas militer atas sipil di masa Orde Baru ini membuat mereka seperti tidak ada hambatan dalam melakukan kebijakan ekonomi dan penguasaan terhadap birokrasi negara, karena mereka juga bermain dalam partai politik .
Keberhasilan pembangunan ekonomi dalam hal ini industrialisasi menurut Yahya Muhaimin ditentukan oleh faktor permodalan. Karena faktor-faktor permodalan hampir semua dikuasai oleh birokrat militer atau orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan militer (termasuk pengusaha keturunan), yang memerlukan permodalan harus berurusan dengan birokrat-militer. Di arena inilah berlangsung pertarungan terselubung antara kelompok-kelompok pengusaha klien pribumi tertentu dengan para pengusaha Cina peranakan yang mendasarkan strategi mereka pada pandangan keberhasilan bsinis mereka ditentukan kemampuan mereka memperoleh konsensi,kredit dan lisensi. Termasuk dalam hal ini para pengusaha muda yang tergabung dalam HIPMI banyak memusatkan perhatian mereka pada upaya membina suatu persekutuan antara pejabat militer dengan pengusaha asli.
Sesungguhnya militer pada jaman Orde Baru memiliki peran ganda sebagai penguasa birokrasi / pemerintahan sekaligus sebagai pelaku bisnis. Peran ganda ini tidak terlepas dari kepentingan politik untuk mempertahankan status quo otoritas militer pasca jatuhnya Orde Lama. Corak rezim Orde Baru yang otoriter tehnokratis di atas telah meletakkan struktur pemerintahan Orde Baru terletak pada dominasi militer dalam aspek kehidupan politik dan ekonomi yang dikelola secara otoriter dan memasang asas demokrasi. Walaupun rezim Orde Baru bukan rezim militer , akan tetapi otoriterisme birokratik telah menciptakan kuatnya otoritas negara dimana lembaga militer memegang kunci semua aspek politik, ekonomi, dan keamanan nasional. Berbagai kebijakan negara tak lebih hanya mencerminkan kepentingan-kepentingan ekonomi para pemegang kekuasaan. Artinya berbagai kondisi politik yang diterapkan oleh para penguasa militer dalam rezim otoriter mana pun di dunia tak bisa lepas dari tendensi politik ekonomi. Singkatnya terdapat paralelisme antara upaya penegakkan status quo politik dengan terpeliharanya status quo ekonomi.

C. Dampak Bisnis Terhadap Profesionalisme Militer Indonesia
Militer Indonesia yang mulai terjun ke dunia bisnis sejak era revolusi perjuangan kemerdekaan Indonesia ini sebenarnya di pengaruhi oleh doktrin Dwi Fungsi ABRI yang di cetuskan oleh Jenderal Nasution . Tugas utama militer adalah berperang membela kedaulatan negara dan menjaga keamanan serta menjaga stabilitas negara dari pihak pihak yang berusaha untuk mengganggu ke tiga hal tersebut, tetapi pada kenyataannya profesionalisme militer tersebut sering tidak tercapai karena militer lebih suka terjun kedunia bisnis yang lebih menjanjikan dalam menghadapi masa depan karena pendapatan mereka bisa lebih terjamin dari pada hanya mengurusi keamanan negara dan stabilitas dari ancaman makar, dll.
Sebenarnya tugas militer itu dalam arti sederhana adalah untuk mendukung kepentingan dan aspirasi masyarakat di bawah kepemimpinan sipil. Tetapi pada kenyatannya yang terjadi di Indonesia tidak seperti itu, militer yang terjun kedunia bisnis dan berorientasi komersial, dengan tujuan menambag pendapatan militer, kemudian lambat laun hal itu di salahgunakan untuk kepentingan pribadi para perwira tinggi militer Orde Baru, dengan mengadakan kerja sama dengan pengusaha Cina, dll, membuat mereka lebih betah dalam dunia bisnis daripada memimpin pasukan pasukan militer tersebut.
Selain itu, etos komersial dengan cepat menjalar ke luar lingkungan perwira-perwira yang langsung berurusan dengan kepemimpiunan dengan perusahaan-perusahaan angkatan bersanjata. Demikian pula kepada perwira yang diangkat untuk menduduki jabatan dalam birokrasi pemerintahan, lalu terlibat bersama rekan-rekan keturunan Cina dalam kegiatan-kegiatan perusahaan pribadi, baik atas nama pengusaha keturunan Cina maupun atas nama keluarganya. Sedangkan para panglima daerah militer tidak jarang memiliki sumber dana pribadi yang mereka dapatkan dari para pengusaha, khususnya keturunan Cina.
Dampak umum dari menurunnya profesionalisme militer akibat, militer terjun ke dunia bisnis adalah militer dalam hal ini TNI mendapat legistimasi dari rakyat karena berperan besar dalam pembangunan ekonomi, walaupun sebenarnya militer mendapat dana juga dari luar APBN, kerjasama antara pengusaha asing dengan perwira militer sebenarnya sangat merugikan rakyat kecil dan prajurit militer secara keseluruhan yang menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi, banyak perwira militer lain yang sebenarnya iri dengan kerja sama militer dengan pengusaha tersebut, dan untuk mengurangi rasa tidak suka tersebut, mereka yang terjun kedunia bisnis kemudian membantu mereka yang terjun ke lapangan.

Dampak khusus dari orintasi komersial yang di lakukan militer yang paling signifikan adalah menurunnya profesionalisme militer dalam menjalankan tugas utamanya menjaga keamanan dan stabilitas negara, karena mereka lebih asyik dalam melakukan bisnis militer yang menggiurkan dari segi pendapatan, seperti mengelola BUMN, yayasan, koperasi, dll. Bisnis telah menggeser tugas pokok militer, yaitu menjaga keamanan dengan baik. Dari hal tersebut sudah membuktikan bahwa untuk menjadi militer yang profesional sangat sulit untuk mempertahankannya.
Karena hal tersebut diatas reformasin ekonomi, sosial politik di Indonesia sebenarnya sangat sulit di lakukan karena militer masih dengan bebas melakukan bisnis yang kapitalis hanya menguntungkan diri mereka pribadi dan melupakan kesejateraan prajuri di bawahnya dan masyarakat bawah, hal ini sebenarnya bisa di lakukan kalau Dwi Fungsi ABRI di hilangkan dan peran ABRI di kembalikan seperti semula yaitu menjaga stabilitas, keamanan dari berbagai ancaman makar dan lain lain.

D. Kesimpulan
Militer pada Era Orde Baru mempunyai tempat yang sangat strategis dibanding golongan sipil. Karena militer sebagai tentara hasil didikan Belanda dan jepang, yang mahir dalam hal menguasai persenjataan, juga memiliki dukungan politik yang cukup untuk melaksanakan kekuasaan, selain itu karena faktor ekonomi yang menjadikan kaum militer berkecimpung dalam dunia bisnis yaitu karena pendapatan mereka yang kurang dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya dan juga kurang dalam pendapatan untuk mengembangkan militer di dalam negeri. Dan juga danya PP dari pemerintah yang membatasi PNS berkecimpung dalam bisnis swasta termasuk militer.
Hal itu juga di bantu dengan peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke tangan Presiden Soeharto yang merupakan orang militer, dengan berbagai kebijakannya dalam melakukan kebijakan pembangunan ekonomi yang strategis, perwira militer yang juga merupakan kaki tangannya dengan bebas melaksanakan bisnis militer yang sebenarnya sangat teralarang untuk di laksanakan dengan resiko di pecat dari jabatannya.
Bisnis yang di kelola oleh militer diantaranya yayasan, PT, koperasi dan kerja samanya dengan investor asing dan teknokrat sipil menyebabkan ekonomi Indonesia berkembang menjadi ekonomi kapitalis yang melahirkan negara ototerisme birokratis. Dengan bantuan militer dalam menjaga stabilitas tersebut membuat kapitalisme di Era Orde Baru mencapai puncak keemasan dan bisnis militer di Era Orde Baru mencapai kejayaannya.
Dengan doktrin Dwi Fungsi ABRI yang membuat rakyat Indonesia beranggapan bahwa militer juga peduli terhadap pembangunan ekonomi Indonesia membuat profesionalisme militer Indonesia mengalami penurunan, karena militer tidak lagi hanya sebagai tentara penjaga kemanan negara tetapi juga sebagai pelaku bisnis atau menjadi komisariat perusahaan perusahaan besar yang sangat penting bagi pembangunan negara.

Daftar Pustaka
Iswandi. 2000. Bisnis Militer Orde Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Diakronik : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sejarah, Jurusan Ilmu Sejarah FSSR UNS

Leave a comment